Oleh: Syamsul Arifin
"Hai nona, bagaimana kabarmu?"
Wajah yang disapa tetap diam seribu bahasa, tanpa ada perubahan ekspresi di wajahnya, ia terus melajukan langkah tanpa kata.
"Hai, apakah engkau tidak mendengarku?"
Air muka wajahnya tidak berubah. Wanita itu tetap acuh. Pandangannya masih lurus menatap tujuan perjalanannya.
"Aku tahu engkau pasti mendengarku"
"Oh ya, saya hanya ingin engkau tahu bahwa aku mencintaimu", lanjutku.
"Tiap tangkai mawar yang kau temukan di pintu depan rumahmu, itu aku lho yang menaruhnya disana", aku tersenyum bahagia, masih berjalan disampingnya, menatap wajahnya yang dingin tanpa emosi.
"Ku mohon bicaralah padaku", aku berdiri di depannya, merentangkan tanganku lebar-lebar.
"Ya. Apakah kamu sedang berbicara padaku", ia menatap mataku. Seperti baru saja mendengar suara serakku.
"Aku ingin menjadi kekasihmu"
"Buat apa?", ia mengangkat alis matanya.
"Apakah engkau sungguh mencintaiku", tambahnya.
"Iya. Apakah tidak cukup bukti cinta yang ku berikan selama ini?"
"Puisi yang memenuhi kotak suratmu. Bunga yang selalu segar di depan pintu rumahmu. Coklat berbentuk hati yang selama ini kau cicipi"
"Aku ingin lebih", wanita berparas putih itu berkata.
"Apa saja untukmu", aku membalas cepat.
"Aku ingin jantungmu"
Aku terbelalak.
"Tapi aku tidak bisa hidup tanpa jantungku"
"Berarti engkau tidak sebegitu mencintaiku"
Sang wanita menabrak salah satu tanganku. Bergegas melanjutkan langkah.
"Baiklah", aku berkata setengah berteriak, membalikkan badanku menatap punggung, yang kini menghentikan ayunan langkahnya.
Aku mengeluarkan sebilah belati dari kantung belakang celanaku. Pisau yang ku gunakan tuk memotong bunga, kini akan beralih fungsi.
Aku merobek kancing baju, dan menembuskan benda metal itu ke dada sebelah kiri atas.
Darah muncrat, sakit tak terkira. Aaaargh....
Terlihat jantungku masih berdetak memompakan darah, semakin lama semakin pelan. Ku masukkan tanganku pada celah rusukku. Ku tarik cepat.
"Ini untukmu", tanganku berlumuran darah.
Pandanganku perlahan-lahan menjadi gelap. Kepalaku menjadi semakin berat. Aku tidak bisa menahan beban tubuhku. Terjatuh mencium jalanan batu.
Darah tergenang. Sayup-sayup ku dengar perkataan.
"Engkau memang benar-benar sudah gila karena cinta"
Telapak kaki menjauh terdengar semakin pelan. Aku tak bernafas lagi.
---000---
Samarinda, 9 September 2008
Syamsul Arifin
*sadis amat ya* :toe: :toe: :toe:
Semoga kita terhindar dari terjangkit penyakit "gila" akibat "cinta" yang akhirnya malah akan mematikan kita ;)
Analisis unsur interinstik cerpen cinta di hati orang gila :
1.tema : Pemuda gila bercinta kepada seorang gadis
2.latar tempat & waktu : rumah.
3.suasana : terharu
Posting Komentar